Kamis, 12 November 2009

REFORMASI HUKUM SUATU TUNTUTAN


REFORMASI HUKUM SUATU TUNTUTAN
Judul Buku : Reformasi Hukum; Rekontruksi Kedaulatan Rakyat dalam
Membangun Demokrasi
Penulis : Sulardi, SH., MH.
Penerbit : Intrans Publishing
Cetakan : Pertama, Agustus 2009
Tebal : 192 halaman
Peresensi : Muhammad Rajab*
Buku ini ditulis berangkat dari keprihatinan penulis atas belum terselesainya reformasi hukum di Indonesia. Proses reformasi ini diawali dengan lengsernya Soeharto dari kursi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 oleh gerakan reformasi yang muncul dari kampus. Gerakan yang dipelopori mahasiswa tersebut patut diacungi jempol. Pasalnya, tanpa gebrakan dari gerakan pada 1998 lalu, ke-otoriteran Soeharto dalam memimpin bangsa tak akan pernah usai.
Adapun yang melatarbelakangi gerakan dahsyat mahasiswa ini adalah satu kalimat pendek yaitu tidak puas. Tidak puas terhadap kondisi dan situasi yang ada saat itu. Ketidakpuasan itu utamanya terletak pada tiga hal, yakni demokrasi yang mandeg, ekonomi yang limbung dan hukum yang tidak berdaya.
Dalam buku Reformasi Hukum; Rekontruksi Kedaulatan Rakyat dalam Membangunn Demokrasi, Sulardi menyatakan bahwa dalam gerakan mahasiswa ini tidak terlihat adanya pamrih pada diri mahasiswa untuk memperoleh sesuatu, baik secara kelompok maupun individu. Pamrih dari gerakan ini hanya satu yaitu kesejahteraan rakyat. Karena bila dicermati topik yang diangkat dari gerakan mahasiswa ini bermula dari beban rakyat yang begitu tidak tertahankan lagi dikarenakan melambungnya harga sembako, banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga masalah yang peka misalnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Buku yang ditulis oleh Sulardi alumni Magister Hukum Universitas Gajah Mada ini sangat responsif. Dalam artian buku ini merupakan satu jawaban terhadap problematika hukum yang berkembang saat ini. Di mana reformasi hukum di Indonesia masih belum selesai. Jalan untuk menuju reformasi hukum secara komprehensif masih panjang.
Belum tercapainya reformasi hukum, berawal dari amandemen UUD 1945 yang tambal sulam dan tanpa arah, sehingga pergumulan politik sangat sengit antara pandangan bahwa UUD 1945 kebablasan dan hasil amandemen yang belum memadai, sehingga muncul wacana untuk amandemen UUD 1945 lagi, atau kembali ke UUD 1945 sebelum diamandemen.
Di Indonesia hukum masih belum dimaknai sebagaimana mestinya, hukum dipandang sebagai kepentingan kalangan tertentu yang bermodal kekuasaan dan uang, hukum belum dimaknai untuk kepentingan umat manusia. Hal ini merupakan salah satu indikator akan belum usainya reformasi hukum di Indonesia.
Buku ini lebih menegaskan lagi tentang pentingnya reformasi hukum di Indonesia. Pasalnya reformasi hukum saat ini merupakan kelanjutan gerakan reformasi mahasiswa 1998 lalu. Yang mana saat itu kekuasaan rezim Soeharto bertindak semena-mena terhadap rakyat. Salah satunya adalah penculikan para aktivis di Tanjung Priok.
Ada beberapa pembahasan penting dalam buku ini. Di antaranya pada bagian pertama dipaparkan pemaknaan kedaulatan rakyat. Secara historis upaya akan kedaulatan rakyat itu terus dilakukan. Sebagai contoh, Plato (429-347 S.M) yang beranggapan bahwa kedaulatan rakyat dapat terwujud dalam suatu pemerintahan yang dipimpin oleh orang yang bijaksana, sehingga ia sangat menganjurkan agar pemerintahan itu dilakukan oleh filosof yang diyakininya bisa bertindak bijaksana.
Sementara menurut John Locke (1632-1704) untuk tercapainya kedaulatan rakyat maka kekuasaan yang ada dalam negara harus dipisahkan ke dalam dua aspek kekuasaan. Hal ini senada dengan pemikiran dari Motesquieu yaitu merumuskan tentang Trias Politica di mana memisahkan kekuasaan ke dalam tiga aspek, aspek legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Sedangkan pemerintah Indonesia secara formal mengakui bahwa kekuasaan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Oleh karenanya menurut Usep Ranuwijaya, segala putusan lembaga ini tidak bisa dibatalkan oleh lembaga negara yang lain. Bahkan kini lebih diperkuat, dengan kalimat bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan berdasarkan Undang-undanng Dasar (UUD).
Dan yang tak kalah pentingnya adalah pada bagian akhir buku ini dijelaskan gagasan bagaimana Indonesia ke depan supaya menjadi negara yang lebih baik. Yang meliputi perlunya melakukan rekontruksi atas negara Indonesia, memaknai pemimpin, demokrasi, hingga reposisi keberadaan yudisial.
Misalkan saja, dalam pemaknaan demokrasi. Dalam buku ini dijelaskan, bahwa sejak negara Indonesia berdiri secara formal dapat diketahui bahwa negara ini adalah negara domokrasi. Bisa dilihat dalam UUD 1945 pasal 2 ayat 3 bahwa, ”kekuasaan tertinggi tertinggi di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Juga berdirinya lembaga legislatif berupa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menambah kejelasan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam hal ini gagasan utamanya adalah bagaimana mengembalikan suara sepenuhnya kepada rakyat dan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan partai politik tertentu.
Sehingga dengan demikian, buku ini merupakan satu jawaban terhadap situasi hukum yang ada saat ini. Hal ini sebagai sebuah tuntutan untuk menyempurnakan gerakan reformasi mahasiswa pada 1998 lalu terhadap rezim Soeharto. Untuk lebih jelasnya pembaca bisa menelaah lebih mendalam tentang bagaimana seharusnya reformasi hukum ke depan di Indonesia. Ini dimaksudkan agar pembaca bisa mendapatkan wawasan secara komprehensif terhadap gagasan-gagasan inovatif dalam menjadikan Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 

Bersama Membangun Bangsa. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com