Jumat, 26 Maret 2010

Guru Honorer Berhak Sejahtera

0 komentar
Dikutip dari koran pendidikan: http://www.koranpendidikan.com/artikel/4943/guru-honorer-berhak-sejahtera.html

Sebelum masuk masa reses persidangan, Komisi II DPR RI di akhir Januari lalu menyimpan satu agenda, yakni adanya rencana pemerintah mengangkat 140 ribu tenaga honorer, termasuk guru, menjadi pagawai negeri sipil (PNS). Cukup menjanjikan rencana ini mengingat semua tenaga honorer bisa berharap untuk diangkat; kalaupun bukan statusnya, setidaknya kesejahteraan tidak beda dengan PNS.
Diungkapkan oleh wakil ketua komisi II DPR RI, Taufik Effendi, saat ini pihaknya tengah merumuskan payung hukum berupa peraturan pemerintah yang rencananya akan dibahas usai masa reses DPR pada bulan April. Payung hukum ini membuat tiga kelompok honorer; pertama honorer yang teranulir oleh syarat PP No 48/2005 dan PP No 43/2007 tentang pengangkatan PNS.
Kedua, honorer yang diangkat pejabat pemerintah yang berwenang dan dibayar oleh APBN dan ketiga, honorer yang bukan diangkat oleh pejabat berwenang dan tidak dibayar oleh APBD maupun APBN. “Untuk tenaga honorer yang tidak mungkin diangkat akan dilakukan pendekatan untuk menyamakan dengan yang diangkat menjadi PNS melalui pendekatan untuk kesejahteraan," ujar Taufik.
Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tersebut menjelaskan, definisi pegawai negeri adalah diangkat pejabat yang berwenang dibayar oleh APBD maupun APBN dan bekerja di instansi negeri. "Jadi yang lain itu disesuaikan kalau tidak terwadahi, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kesejahteraan, baik penghasilan maupun jaminan hari tua," ungkapnya
Menyikapi rencana pemerintah pusat ini, tanggapan dari otoritas tenaga pendidik ditingkat daerah nampak beragam. Di Kota Kediri misalnya rencana ini dinilai tidak memiliki imbas banyak pada guru honorer setempat. Pasalnya tanpa ada agenda inipun, pihak pemerintah kota memang memiliki langkah serupa, yakni mengangkat guru honorer yang masih tersisa.
“Pekerjaan rumah pemerintah kota pada guru honorer secara bertahap akan segera selesai. Sebab terhitung sejak 4 Agustus 2009 lalu kita sudah menerapkan kebijakan untuk tidak mengangkat guru honorer, jadi tinggal menyelesaikan yang tersisa,” ungkap Dra Lilik Adzijah MM, Kepala Bidang Ketenagaan Dinas Pendidikan Kota Kediri.
Sementara Bagi Dinas Pendidikan Kota Malang, rencana pemerintah pusat terkait pengangkatan tenaga honorer, termasuk guru di dalamnya, patut diapresiasi. Pasalnya saat ini untuk kebutuhan pembiayaan bagi guru honorer yang bersumber dari APBD, baik APBD provinsi maupun APBD kota/kabupaten, terbilang memberatkan. Itupun dengan jumlah yang diterima guru honorer sebenarnya tidak terlalu besar.
“Masih ada 8 ribu guru honorer, 2 ribunya ada di sekolah swasta. Dari jumlah ini ada 38 orang yang mendapat pendanaan dari APBD provinsi dan 32 orang dari APBN. Sisanya menjadi tanggungan lembaga dan tentunya ada beberapa bagian yang disubsidi oleh APBD kota, semisal insentif,” jelang Dra Zubaida, kabid fungsional tenaga kependidikan.
Sembari ada rencana pengangkatan ini, oleh Rektor Universitas Wisnuwardhana Prof Dr H Suko Wiyono SH MH, hendaknya pemerintah merumuskan pula kebijakan yang tepat terkait guru honorer. Selama ini guru honorer merasa dibutuhkan untuk mendukung proses pembelajaran, namun kenyataan mereka kurang mendapat perhatian bahkan amat jauh berbeda perlakuannya dibanding guru PNS.
“Pemerintah hendaknya berani mengambil kebijakan untuk menghentikan seluruh proses seleksi guru honorer. Sembari itu, pemerintah melakukan pemetaan yang benar atas kebutuhan guru sehingga jumlah kebutuhannya bisa ditentukan dengan tepat. Untuk memenuhi kekurangannya pemerintah bisa membuka satu pintu seleksi sebagai CPNS,” tegas Suko Wiyono. .mas,rer,her-KP

Rabu, 24 Maret 2010

Mendiknas Tegaskan Perlunya Pengembangan Karakter Pribadi

0 komentar
Sumber :http://www.mediaindonesia.com/read/2010/03/19/130415/88/14/Mendiknas-Tegaskan-Perlunya-Pengembangan-Karakter-Pribadi

BEKASI--MI: Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh memberikan kiat kepada siswa SMA/SMK se- Bekasi bagaimana caranya untuk mencapai sukses. "Berusahalah bagaimana mengubah dari angka 1/2 menjadi 2," ungkap Mendiknas dalam acara temu wicara siswa SMK/SMA se-Bekasi di SMA negeri 1 Bekasi, Jumat (19/3).

Mungkin nalurinya sebagai pendidik membuatnya tidak hanya berhenti di situ dalam memaparkan analoginya. Mendiknas menjelaskan kepada siswa, bahwa saat dulu ketika dirinya berlajar Matematika dikenalkan perhitungan bilangan berpangkat. "Angkat setengah (1/2) jika dipangkatkan dengan angka yang semakin besar, maka hasilnya makin kecil. Sebaliknya jika angka 2 dipangkatkan, semakin besar pangkat maka semakin besar juga hasilnya," ungkap Nuh.

Itu menandakan, lanjut Nuh, yang perlu ditingkatkan bukan pangkatnya, melainkan basis bilangannya. Menurutnya, hal itu sama dengan filosofi hidup dalam mencapai kesuksesan. "Jadi, anak-anakku yang perlu ditingkatkan bukan pangkatnya, tapi basis bilangan, yakni karakter pribadinya," lanjut Nuh yang mendampingi Wapres Boediono dalam kunjungan itu.

Disinilah pembangunan karakter, supaya sewaktu-waktu jika diberi pangkat, langsung melambung ke atas. "Kayak angka 10 dipangkat 2, hasilnya langsung bagus," kata Mantan Menteri Komunikasi dan Informasi KIB I itu.

Muhammad Nuh juga memberikan analogi ketika menjawab pertanyaan seorang siswa mengenai penataran P4 yang sudah lama tidak diajarkan di sekolah. Menurutnya, P4 subtansinya sudah diadopsi dalam mata pelajaran lain. "Kalau sekarang jamannya ATM, bukan berarti uang logam salah dan tidak berlaku," kata Nuh. Artinya, cara belajar juga harus disesuaikan dengan zaman. (ST/OL-03)

Dekan Cup FAI

0 komentar
Dalam rangka menghadapi Rektor Cup, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Agama Islam (FAI) UMM menyelenggarakan Dekan Cup (13/3). Kegiatan di buka oleh Dekan FAI, Sunarto di Teras Masjid AR. Fachruddin Lantai 1. Dalam sambutannya, Sunarto berpesan agar mahasiswa FAI bisa meningkatkan kreativitas.
Dalam Rector Cup tahun kemarin, FAI bisa menjadi juara umum III. Perestasi tersebut harus dipertahankan dan ditingkatkan untuk maju ke Rector Cup tahun ini. “Harus berusaha naik ke juara di atasnya,” jelas Sunarto ketika membuka acara.
BEM FAI dalam hal ini bekerja sama dengan Lembaga Semi Otonom (LSO) FAI. Pihak BEM memberikan otoritas penuh untuk menunjuk para juri kepada LSO. Pasalnya, LSO-lah yang menjadi lahan kreativitas mahasiswa FAI. LSO Fagama dalam olah raga, LSO Forum Studi Islam dalam bidang kepenulisan, dan LSO Alif dalam bidang seni dan kaligrafi.
Kegiatan yang bertemakan Gali Potensi, Raih Prestasi Bersama BEM FAI, tersebut disambut hangat oleh mahasiswa FAI. Salah satunya adalah Budi Gunawan. Koordinator Volly tersebut berharap setiap angkatan bisa mengikuti lomba Volly dan lomba-lomba yang lain.
Lomba-lomba yang diselenggarakan ada tiga jenis lomba. Masing-masing olahraga; tennis meja, bola volley dan futsal, Kepenulisan; resensi, artikel, puisi dan esai, seni; nasyid dan kaligrafi. Menurut Ketua BEM FAI, Khairil Anwar, semua jenis lomba tersebut tidak lain hanya untuk membantu mahasiswa dalam mengembangkan kreativitas mereka. “Para juara yang ada nanti akan diutus ke Rector Cup,” ungkapnya. rjb

KETIKA POLITIK MULAI “BERGOYANG”

0 komentar
Oleh: Muhammad Rajab*

Akhir-akhir ini Malang digemparkan dengan isu calon Bupati, Inul Daratista. Sosok wanita yang terkenal dengan goyang ngebornya tersebut ingin juga mencicipi dunia perpolitikan. Tak ada salahnya memang, karena setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama untuk menjabat sebagai pemimpin, baik pemimpin daerah, kota, propensi bahkan jadi presiden. Asalkan sanggup dan mempunyai kompetensi yang mumpuni dia berhak mencalonkan dirinya.
Fenomena artis terjun ked dunia politik menjadi tren lima tahun terakhir ini, mulai dari Primus, Dedi Mizwar dan lainnya, termasuk juga Inul Daratista yang sempat menjadikan bumi Indonesia heboh dengan goyang ngebornya beberapa tahun kemarin.
Popularitas artis memang sangat besar di tengah-tengah masyarakat Indonesia, khususnya bagi kaum pemuda dan para remaja yang senang dengan dunia entertainment. Dengan ini, sangat memungkinkan seorang artis yang mengajukan dirinya untuk terjun dalam politik akan mendapatkan pendukung yang banyak dari masyarakat. Bisa dibayangkan, masyarakat Indonesia yang menjadi penggemar dunia hiburan sangat banyak.
Hal inilah yang mungkin menjadi salah satu pendorong para artis berburu mengejar dunia politik. Mereka dengan percaya diri mencalonkan dirinya dan maju ingin memimpin bangsa. Walaupun terkadang timbul tanda tanya, ada ada di balik semua itu?. Mengapa mereka berani meninggalkan dunia entertainment dan lari ke dunia politik. Padahal, lapangan keduanya sangat kontradiktif, yang pertama dipenuhi dengan kesenangan, sedangkan kedua dipenuhi dengan “pertikaian” , debat dan perebutan massa yang tak jarang menimbulkan konflik fisik.
Para artis juga sangat memungkinkan untuk dipilih oleh masyarakat luas. Hal ini bisa terjadi karena kekecewaan mereka terhadap para politikus sebelumnya. Kekesalan mereka akhirnya menjadikan mereka anti untuk memilih pemimpin sebelumnya. Secara sekilas, realitas yang ada memang menunjukkan bahwa pemimpin kita baik tingkat daerah maupun nasional menunjukkan hasil yang kurang baik. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya warga miskin, harga bahan pokok naik dan problem bangsa lainnya.
Dari jenis apapun itu, setiap orang mempunyai hak untuk berpolitik dan memimpin bangsa. Yang terpenting adalah mempunyai kompetensi yang bagus dan mau berbaur dan memperhatikan rakyat bawah serta mengerti tentang aturan-aturan politik. Kalau seorang artis hanya bisanya mengguliti dunia hiburan dan tidak punya bekal kepemimpinan yang baik, mendingan konsen di dunia hiburan saja dan tidak terjun ke politik. Sebab, seorang politikus tidak hanya akan mengurusi dirinya sendiri tapi juga dituntut untuk bisa mengurus orang lain.
Mari kita lihat potret seorang pemimpin di zaman sahabat. Misalkan saja, Umar bin Khattab. Khalifah kedua setelah nabi tersebut telah menunjukkan contoh yang baik untuk para pemimpin. Dia tegas, lemah lembut, dan mau berbaur dengan rakyat bawah. Diceritakan, suatu ketika Umar jalan-jalan berkeliling kota Makkah. Di tengah perjalanan ia mendengar suara tangisan anak-anak. Di hampiri suara tersebut, dan ternyata dia melihat ada seorang ibu yang sedang menggodok sesuatu di sekelilingnya ada anak-anaknya yang sedang menunggu sesuatu tersebut matang.
Umar bertanya kepada ibu tersebut, “wahai ibu, apa yang hendak anda rebus tersebut?,” sang Ibu menjawab, “batu, saya memasaknya untuk membohongi anak-anak saya agar mereka bisa tidur dengan mendengar suara godokan tersebut,”. Mendengar jawaban tersebut Umar langsung bergegas pergi ke Baitul Mal hendak mengambil gandum. Dia membawa gandum untuk diberikan kepada ibu dan anak-anaknya tersebut dengan pundaknya sendiri. Di tengah-tengah perjalanan ada seorang sahabat yang menawarkan diri untuk mengangkat gandum tersebut, namun Umar menolaknya.
Itulah sekilas potret kepemimpinan Umar yang penuh perhatian terhadap rakyat. Yang penting bagi seorang pemimpin adalah bagaimana ia mempunyai rasa empati dan simpati terhadap rakyat lemah. Dari kalangan apapun itu, baik dari artis atau bukan. Karena telah banyak bukti banyak di antara pemimpin kita yang mengkorupsi harta rakyat. Harta yang seharusnya disalurkan kepada masyarakta lari kepada kantong dirinya.
Segala sesuatu mmemang harus dikerjakan berdasarkan ilmu. Termasuk juga dalam berpolitik. Jangan sampai politik kita hanya didorong oleh kepentingan nafsu untuk mendapatkan jabatan dan uang saja, tanpa ada bekal ilmu yang cukup. Pada intinya, semua orang boleh mencalonkan diri sebagai pemimpin, asalkan dengan mempunyai ilmu, jujur, dan bertanggungjawab serta menumbuhkan rasa empati dan simpati kepada rakyat bawah, khususnya rakyat miskin.

Senin, 22 Maret 2010

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

0 komentar

Disusun oleh Arif Sugianto
A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada di filsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si - terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

  :
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar (QS.Asy-Syura: 52)”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997

Pembelajaran dengan Facebook

0 komentar

Ilham Effendi

Memang luar biasa situs jejaring sosial yang dibuat Mark Zuckerberg ini. Facebook bisa menjadi 'virus' yang begitu ganas mewabah jutaan jiwa di seluruh dunia. Memang banyak sekali manfaat dan kelebihan yang dimiliki Facebook jika dibandingkan dengan situs jejaring sosial lain. Layanan yang ditawarkan Facebook terasa sangat lengkap. Facebook memudahkan kita tetap terhubung dengan teman atau kerabat walaupun kita terpisah di bagian belahan dunia lain. Selain itu Facebook juga sering digunakan untuk membangun komunitas hingga kepentingan bisnis.

Sekarang mari kita intip penggunaan Facebook oleh pelajar di Tanah Air. Sungguh ironi, fasilitas Facebook yang kerap digunakan justru fasilitas yang tidak begitu bermanfaat atau hanya sekedar just for fun. Mereka lebih suka memainkan game, kuis yang tidak jelas tujuan dan manfaatnya, atau sekedar chatting dengan topik yang tidak perlu. Kegiatan seperti ini tentu saja akan banyak membuang waktu dan memboroskan uang saja. Melihat kasus ini, lantas siapakah yang patut disalahkan? Sungguh keputusan yang sangat tidak tepat jika kita menyalahkan Facebook itu sendiri. Karena pada dasarnya teknologi itu bersifat netral. Ini semua tergantung dari cara user memanfaatkan layanan tersebut.

Baik, sekarang mari kita ajak para pelajar memanfaatkan facebook ini dengan cara yang lebih positif. Siapa yang mengira bahwa Facebook dapat digunakan untuk mendukung proses belajar. Memang kedengarannya sedikit rumit dalam penerapannya. Namun nyatanya tidak. Penerapannya justru sangat mudah dan bahkan lebih efektif dari cara belajar konvensional.

Contoh penerapannya seperti berikut: Setiap siswa dan guru tentu saja harus memiliki akun Facebook. Adakan pelatihan internet singkat jika perlu. Setelah itu guru bisa memulai membuat blog. Tidak perlu susah-susah mencari aplikasi di Facebook yang bisa membuat blog. Gunakan saja bantuan situs lain yang seperti blogger.com atau wordpress.com karena kedua situs tersebut lebih memudahkan kita dalam membuat blog. Setelah itu guru mempublikasikan blognya melalui Facebook. Guru bisa mencantumkan link blog tadi di halaman profil Facebooknya untuk mempermudah siswa mengakses blog tersebut. Dengan blog ini nantinya, guru dapat dengan mudah menuliskan materi yang diajarnya ke dalam blog. Blog ini bisa berisi tulisan pendukung materi yang telah diajarkan di kelas atau bisa juga disisipi link untuk mendownload materi yang bersangkutan. Kelebihan yang dimiliki blog ini adalah setiap siswa dapat dengan mudah mengakses blog guru dan memberikan komentar dalam postingan yang ada di blog. Jadi siswa bisa dengan mudah memberikan pendapat, ide, atau kritiknya tentang penulisan materi tersebut. Pembuatan blog ini tidak hanya terbatas pada guru. Ada baiknya setiap siswa juga memiliki blog. Hal ini akan memancing kreatifitas siswa dan menambah skill siswa dalam menulis.

Fasilitas Facebook lainnya yang bisa digunakan adalah pembuatan grup. Satu mata pelajaran harus memiliki satu grup dan setiap siswa harus menjadi anggota dari grup ini. Group ini memudahkan guru dalam memberikan pengumuman kepada setiap siswa tentang agenda pembelajaran di sekolah, seperti pemberitahuan akan adanya ulangan atau pemberitahuan batas akhir penyerahan tugas. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan dengan fasilitas “message all member” yang dapat mengirim pesan ke seluruh anggota grup dengan sekali proses saja. Grup ini juga memudahkan siswa dalam mendiskusikan materi yang tercantum di kurikulum. Sebagai contoh adalah mata pelajaran fisika. Guru atau salah satu murid bisa memulai satu buah topik yang akan didiskusikan bersama. Misalnya dibuat topik “Prinsip Bernoulli”. Setiap siswa bisa menambahkan pengetahuan atau pendapatnya tentang Prinsip Bernoulli atau memberikan contoh dari Prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Siswa yang lain mengkritiki pendapat temannya atau menambahkannya dengan pengetahuan yang lebih banyak lagi. Tugas guru hanya memantau dan memoderatori diskusi tersebut serta meluruskan jika ada konsep yang menyimpang. Ingat! Kegiatan ini bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Tidak hanya pada jam sekolah dan dilakukan di ruang kelas yang sering membosankan siswa.

Fasilitas Facebook berikutnya adalah Kuis. Kuis ini sama halnya seperti angket yang dibuat oleh seseorang dan orang lain bisa mengisinya. Pengisi maupun pembuat angket bisa mendapatkan hasil penilaiannya dengan mudah. Sering kali kuis di Facebook ini dibuat dengan tujuan hanya untuk kesenangan atau iseng. Namun kali ini mari kita optimalkan untuk pembelajaran siswa. Kuis ini bisa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa. Ada baiknya guru melakukan ini sebagai latihan siswa sebelum menghadapi ulangan. Misalnya guru membuat satu buah kuis kimia dengan tema Larutan Penyangga. Setelah itu guru mengundang setiap muridnya untuk mengerjakan kuis tersebut. Dengan begitu hasilnya dapat dipantau oleh guru dengan mudah karena notifikasinya akan selalu di update otomatis oleh Facebook. Latihan soal seperti ini tentu saja lebih efektif dan memberikan kesan menyenangkan kepada siswa.

Contoh-contoh di atas tadi hanya beberapa saja dari keseluruhan fasilitas. Kita bisa saja memanfaatkan fasilitas Facebook lainnya untuk mempermudah proses pembelajaran. Semua bergantung pada tingkat pengetahuan dan penguasaan kita dalam menggunakan layanan-layanan tersebut.

Mungkin permasalahannya adalah mengenai akses internetnya. Apakah semua siswa harus memiliki koneksi internet di rumahnya? Jika tidak, bukankah tarif-tarif yang ada di warnet masih terbilang mahal untuk saku pelajar? Tenang saja, Facebook juga bisa diakses melalui perangkat seluler (handphone) yang support dengan GPRS dengan tarif yang cukup murah. Melihat zaman yang semakin maju ini, rasanya handphone dengan dukungan GPRS sudah bukan barang mewah lagi. Semua siswa bisa memiliki perangkat ini tanpa merogoh kocek dalam-dalam.

Fatwa Haram Rokok Perlu dikaji Ulang

0 komentar

Kajian Ilmiah Forsifa FAI

Tersebarnya fatwa haram rokok yang difatwakan oleh PP. Muhammadiyah telah menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Berbagai macam kajian ulang dilakukan oleh para akademisi dan para ulama’ Fikih. Salah satunya Forum Studi Islam Fakultas Agama Islam (Forsifa). Bertempat di Taman Baca depan GKB 1 Forsifa menyelenggarakan kajian dengan tema “Menanggapi Fatwa Haram Rokok” (20/03).
Acara kajian ilmiyah yang dihadiri oleh 15 mahasiswa tersebut menghadirkan Ahda Bina Alfianto, dosen Syari’ah FAI. Mula-mula acara dimulai dengan pembacaan ayat suci al-Quran yang kemudian langsung dilanjutkan ke pembahasan masalah rokok ditinjau dari berbagai aspek. Diskusi ini disambut hangat oleh mahasiswa yang hadir.
Ahda menjelaskan, fatwa haram rokok perlu dikaji kembali. Pasalnya, banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Baik dari aspek ekonomi, social, maupun hukum fikih. Nasib para buruh yang bekerja di pabrik rokok juga harus dipertimbangkan. “Walaupun secara pribadi saya setuju bahwa rokok tersebut telah banyak membawa kerusakan pada fisik,” katanya.
Jika dilihat dari aspek hukum Islam, maka setidaknya ada dua macam sumber hukum; sumber hukum yang tidak dipersilisihkan yaitu al-Quran dan al-hadits, dan sumber hokum yang diperselisihkan yaitu qiyas, maslahah mursalah, al-urf, syar’un man qablana dan lainnya.
Menurut Ahda, dalam al-Quran dan al-Hadits tidak ada penjelasan tentang larangan merokok secara langsung. Karena permasalahan rokok memang merupakan permasalahan kontemporer. Tapi para sebagian ulama’ kontemporer menyatakan tidak boleh melihat banyak kerusakan yang diakibatkan oleh rokok. Sebagian yang lain hanya pada mengatkan makruh (dibenci).
Jika melihat fikih prioritas Yusuf Qardhawi, maka rokok bisa haram karena lebih banyak mudharat-nya dari pada mashlahat-nya. Tapi tingkat keharamannya tidak sama dengan haramnya khamer yang jelas-jelas diharamkan dalam al-Quran. “Meninggalkan mafasid (sesuatu yang merusak) lebih didahulukan dari pada mengambil mashaalih (kebaikan),” ungkap Ahda menjelaskan kaidah ushul-nya.
Pita Anjarsari setuju dengan pendapat Ahda. Menurutnya, sebelum mengharamkan secara menyeluruh perlu pertimbangan social ekonomi juga. “Tapi sebisa mungkin dijauhi karena dapat merusak kesehatan,” ujarnya. rjb

Sabtu, 20 Maret 2010

MENINJAU KEMBALI PELAKSANAAN UN

0 komentar

Muhammad Rajab

Setiap tahun pendidikan kita menyelenggarakan evaluasi secara nasional atau yang kita kenal dengan Ujian Nasional (UN). Pada UN tersebut nasib kelulusan siswa-siswi kelas akhir ditentukan. Mereka dituntut untuk mencapai target nilai yang telah ditentukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Beberapa hari lagi kita akan menyelenggarakan UN secara menyeluruh. Segala persiapkan telah dilakukan baik oleh pihak atas (pemerintah) maupun pihak bawah (sekolah).
Yang menjadi pertanyaan adalah sudahkan pendidikan kita menyentuh aspek moralitas?. Jika kita lihat sekilas tentang pelaksanaan kegiatan evaluasi atau UN lebih mengedepankan aspek kognitif saja. Padahal menurut teori Bloom, ranah pendidikan ada tiga, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Maka sudah selayaknya pendidikan diarahkan untuk mencetak pemimpin yang mampu merubah diri sendiri dan masyarakatnya.
Mengapa yang menjadi standar utama dalam pelaksanaan UN hanya nilai angka semata?. Padahal, jika dilihat sejenak penilaian semacam ini hanya dapat menyentuh aspek intelektualitas (kognitif) semata. Hal ini menjadi sebuah ironi bagi pendidikan kita. Karena seakan-akan terjadi penyempitan makna pendidikan. Pendidikan yang seharusnya mencakup nilai-nilai universal baik bagi pribadi maupun bagi masyarakat menjadi terbatasi. Pendidikan hanya dilihat dari angka saja.
Paulo Freire mengatakan, bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Artinya, bagaimana manusia dikembalikan kepada fitrah (suci). Berdasarkan teori Islam, bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan membawa fitrah. Apakah fitrah tersebut akan berubah tergantung kepada kedua orang tua dan lingkunganna. Artinya proses pendidikan haruslah dapat mengembalikan keadaan manusia ke arah yang lebih baik secara moralitas dan aspek yang lain.
Sayangnya tujuan pendidikan semacam ini kurang dipahami oleh para guru dan siswa-siswi kita. Terbukti misalnya pada pelaksanaan UN. Para guru berusaha semaksimal mungkin untuk meluluskan siswanya, tak pandang apakah cara yang ditempuhnya salah atau benar yang terpenting dapat meluluskan siswanya. Maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kecurangan-kecurangan di sekolah ketika pelaksanaan UN.
Kesalahpahaman akan tujuan pendidikan tersebut telah dapat membawa dampak yang signifikan terhadap peserta didik. Misalnya, ketika pengumuman kelulusan seorang siswa tidak lulus, mereka pingsan dan menjerit-jerit bahkan sampai masuk rumah sakit jiwa (RSJ). Belum lagi orang tua yang tidak mau menerima anaknya yang tidak lulus.
Mereka hanya memahami bahwa nilai pendidikan adalah nilai angka. Padahal sudah dijelaskan dalam UU SIkdisnas Tahun 2003 No 20 tentang tujuan pendidikan. Tujuannya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan .
Coba perhatiakan tujuan pendidikan di atas, manusia yang beriman dan berbudi pekerti luhur ditempatkan pada urutan yang lebih awal dari memiliki pengetahuan dan ketermapilan. Maka tidak salah apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara tentang trilogi pendidikan, bahwa untuk mewujudkan pendidikan yang bisa menghasilkan anak yang bermoral bisa dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Prof. Dr. Djohar, M.S. mengatakan bahwa pendidikan penting untuk ditempatkan sebagai bentuk investasi jangka panjang (long term investation) dan garda terdepan pembangunan bangsa. Pendidikan memberikan peluang untuk mentransformasikan nilai-nilai pendidikan agar penyelenggaraan pendidikan mampu menjadi problem solver terhadap problamatika yang dihadapi masyarakat. Atau secara sederhana disampaikan oleh Soenarja S.J., bahwa pendidikan itu mengarah pada pendewasaan pribadi sebagai manusia dan warga Negara.
UN yang selama ini kita jalankan terbukti telah banyak menyebabkan permasalahan-permasalahan baru. Pendidikan yang seharusnya menjadi solusi terhadap problematika bangsa tidak tercapai. Malah yang terjadi sebaliknya, yakni pendidikan menambah masalah baru bagi kita. Sehingga beban bangsa menjadi bertambah berat.
Dengan demikian, sudah selayaknya para guru dan praktisi pendidikan lainnya mengkaji ulang tentang makna pendidikan. Jangan sampai pendidikan menjadi satu momok bagi para guru dan siswa. Perlu dipahami bahwa pendidikan bukan hanya untuk mendapatkan nilai angka terbaik, namun lebih dari itu pendidikan ditujukan untuk mendapatkan nilai moralitas yang tinggi dan menjadi pemimpin di tengah-tengah masyarakat.
Tak cukup berhenti di situ, para guru dan orang tua juga perlu memahamkan kepada seluruh anak didiknya tentang hakikat pendidikan itu sendiri. Kesalahpahaman akan makna pendidikan akan berakibat fatal bagi peserta didik.
Hal ini juga sebagai bentuk antisipasi saat pelaksanaan UN. Karena tidak jarang saat UN terjadi kecurangan-kecurangan yang dapat merusak nilai-nilai pendidikan. Baik kecurangan yang dilakukan oleh guru, pengawas dan siswa sendiri. Sabab, tindakan-tindakan kecurangan tersebut telah merusak dan mengotori nilai-nilai mulia pendidikan.

Kamis, 18 Maret 2010

Siap Cetak Madzhab Sosial Kritis

0 komentar
Launching SC2 Institute for Culture UMM

Untuk meningkatkan kualitas akademik mahasiswa UMM, Institute for Culture (Lembaga Kebudayaan) UMM menyelenggarakan launching Cultural Studies Student Club (SC2) (17/2). Kegiatan yang diselenggarakan di Aula BAU tersebut diikuti oleh kurang lebih 110 mahasiswa. Menurut Arif Budi Wurianto, Kepala Lembaba Kebudayaan UMM, pembentukan club studi tersebut dilarabelakangi oleh sedikitnya karya tulis mahasiswa di bidang seni.
Arif mengatakan, jarangnya proposal di bidang seni dan sosial kritis ke Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) juga menjadi latar belakang didirikannya club studi tersebut. “Banyak juga duta besar yang mengadakan lomba karya tulis di bidang seni dan budaya,” tambahnya. Ia berharap dengan kegiatan teersebut mahasiswa bisa terdorong untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas akademiknya.
Sesuai dengan visinya; mewujudkan mahasiswa cerdas, kritis, dan pemikir lintas disipilin melalui pemikiran studi cultural, maka menurut Arif, denngan kegiatan tersebut diharapkan juga dapat menciptakan sebuah madzhab sosial kritis yang keluar dari UMM. “Pemikir-pemikir besar yang kritis itu kebanyakan muncul dari diskusi-diskusi kecil,” ujarnya.
Pembantu Rektor (PR) III, Joko Widodo, mengaspresiasi terbentuknya SC2 tersebut di UMM. Menurut Joko, selama ini mahasiswa kurang minat dalam bidang seni dan sosial budaya. Bisa dilihat dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) lebih banyak kepada PKM Kewirausahaan. “Sementara di bidang seni dan soasial sangat sedikit,” ujarnya dalam sambutannya.
Joko merasa optimis dengan munculnya klub studi ini akan muncul pemikir-pemikir yang kritis di bidang seni dan sosial budaya. “Asalkan ditunjang dengan fasilitas dan komitmen yang kuat, dan saya siap memfasilitasinya,” ucapnya. “Kegiatan ini juga sangat potensial untuk dikembangkan,” tambahnya.
Bagi Kastur Eko, ikut kegiatan kajian dan studi klub seperti ini sudah menjadi tuntutan bagi dirinya. Pasalnya, mahasiswa harus berpikir kritis dan obyektif. “Krtitis terhadap kondisi sosial budaya yang ada di masyarakat saat ini,” ungkapnya. “Ketika saya ditawari untuk ikut saya langsung tertarik, soalnya saya merasa itu sangat bermanfaat,” tambahnya. rjb

HARAP JADI MOTIVATOR SISWA

0 komentar
Lomba untuk SMP dan SMA OLYCON 2010

Bertempat di gedung kuliah bersama (GKB) 1 lantai 4, digelar lomba untuk siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan yang sederajat (6/02). Lomba-lomba tersebut mencakup tiga jenis mata pelajaran; Fisika, Matematika dan Ismuba untuk SMP dan Akuntansi, Fisika, Ismuba dan Matematika. Lomba ini diharapikan dapat memotivasi siswa-siswa dalam meningkatkan kualitas belajarnya. Demikian ungkap Iswahyudi, Guru Fisika SMP Muhammadiyah 1 Surabaya.
Menurut Iswahyudi, The National Olympiad and International Conference (Olycon) yang diselenggarakan saat ini perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara intensif. Pasalnya, kegiatan itu dapat mengetahui sejauh mana kompetensi dan sekolah dalam bersaing dalam kancah nasional. “Saya berharap Olycon ini benar-benar me-nasional dan tidak didominasi oleh sekolah-sekolah Jawa Timur saja,” ujarnya.
Senada dengan itu, Kukuh Dwi Cahyana mengatakan, Olycon dapat memicu siswa untuk lebih giat belajar. Guru SMP Muhammadiyah 4 Singosari Malang tersebut mendampingi satu siswa SMP dalam lomba Matematika. “Pengiriman siswa ini diharapkan dapat mengetahui kompetensi siswa dan sekolah di bandingkan dengan sekolah-sekolah lain,” ujarnya.
Lomba yang diselenggarakan dalam acara Olycon tersebut mendapat sambutan hangat dari Aditiya Rahmat. Peserta lomba Fisika SMP itu merasa senang karena merasa terlibat langsung dalam lomba tersebut. “Alhamdulillah saya diikutkan, dengan ini saya akan dapat pengalaman dan tambah wawasan,” ujar siswa SMP Muhammadiyah 1 Surabaya tersebut. “Saya sudah persiapan 2 bulan yang lalu,” tambahnya.
Sama halnya dengan Indra Dwi Nugraha, Siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Ia merasa senang dengan adanya lomba ini. “Apalagi setelah masuk babak final, senang sekali,” ujarnya. Pasalnya, Indra mempunyai tekad yang kuad untuk membawa nama baik sekolahnya dalam kancah nasional.
Kegiatan itu mendapat kritik dari Kukuh. Pasalnya, pelaksanaan lomba tidak tepat waktu alias molor. Akibatnya, siswa merasa kendor semangatnya. Dia berharap kekurangan ini perlu diperbaiki untuk Olycon yang akan datang. “Untuk pelayanan saya rasa sudah cukup baik,” katanya. “Saya berharap kegiatan semacam ini terus ditingkatkan,” tambahnya. rjb

MULAI DENGAN SEMANGAT BARU

0 komentar
Refleksi Akhir Tahun (RAT) Forsifa FAI

Forum Studi Islam Fakultas Agama Islam (Forsifa) UMM menyelenggarakan Refleksi Akhir Tahun (RAT) di Aula Masjid AR. Fachruddin lantai I UMM (31/12/09). Kegitan yang bertemakan Go Head ini dilaksanakan bukan hanya untuk merefleksikan inerja organisasi tersebut. “Melihat kembali apa yang telah kita lakukan, kemudian apa yang akan kita lakukan ke depannya,” ungkap ketua pelaksana, Isnainy Iskandar.
Mahasiswi Syari’ah 2008 tersebut berharap forsifa akan lebih maju dengan mengadakan refleksi itu. Baginya, dengan kegiatan itu akan terpikirkan kembali kekurangan-kekurangan Forsifa yang perlu diperbaiki. “supaya para pengurus Forsifa bertambah semangat menjalankan tugasnya, sesuai dengan temanya,”ujarnya.
Menurut Rahma Faricha, Sekretaris Forsifa, kegiatan ini dirancang untuk mengisi momen penting akhir tahun. Pasalnya, akhir tahun merupakan kesempatan yang bagus untuk memperbaiki kembali langkah yang salah selama tahun 2009 lalu. “Introspeksi sekaligus merencanakan langkah baru untuk forsifa di tahun 2010,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Pembantu Dekan (PD) III FAI, Muhammad Syarif menyampaikan, dalam bekerja harus meninggalkan jejak. Menurutnya, generasi penerus akan melihat langkah yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya. “untuk itu jejak yang ditinggalkan juga harus berkualitas,” jelasnya. “Nah dengan merefleksi diri, maka kita akan tahu jejak yang ditinggalkan, tambahnya.
Syarif menegaskan, awal tahun 2010 ini merupakan kesempatan emas untuk memperbaiki kinerja, khususnya bagi Forsifa. “Kegiatan-kegiatan yang membangun dan membangkitkan kretivitas mahasiswa perlu terus dikembangkan,” katanya. Karena itu, menurutnya, refleksi kali ini diharapkan menjadi titik awal kebangkitan Forsifa.
Lebih jauh lagi Syarif menekankan, saat ini Forsifa harus punya mimpi besar, dengan mimpi tersebut usaha dan semangat Forsifa untuk menjadi yang lebih baik akan bertambah. “Jangan bermimpi yang kecil, karena orang yang sukses itu berawal dari mimpi yang besar,”ungkapnya.
Acara yang dihadiri oleh 30 peserta tersebut mendapat tanggapan hangat dari Sulaiman, salah seorang peserta. Menurut mahasiswa Tarbiyah 2007 itu, acara tersebut sangat bermanfaat buat mahasiswa, khususnya anggota Forsifa. Pasalnya, dengan kegiatan semacam itu akan menambah kesadaran mahasiswa untuk meningkatkan kinerja dalam belajarnya,” ungkapnya. “Soalnya dengan refleksi ini diharapkan bisa mengetahui kekurangan yang telah dilakukannya pada hari-hari sebelumnya,” tambahnya.rjb

LULUS, BUKAN AKHIR SEGALANYA

0 komentar
Yudisium FAI

Bertempat di ruang Micro Teaching Tarbiyah, Fakultas Agama Islam (FAI) UMM menggelar Yudisium untuk sepuluh mahasiswa yang akan diwisudah pada akhir Februari (15/2). Sepuluh mahasiswa tersebut masing-masing; 3 mahasiswa Tarbiyah dan 7 mahasiswa Syari’ah. Menurut Sunarto, Dekan FAI, kelulusan bukanlah akhir dari tanggung jawab untuk belajar. “Dengan lulusnya kalian dari FAI UMM maka kalian mempunyai tanggung jawab baru yang lebih berat dari sebelumnya,” pesannya.
Mahasiswa FAI diharapkan ketika berada di tengah-tengah masyarakat bisa menjadi ahli agama dan professional di bidangnya. “Yang Tarbiyah di bidang pendidikan Agama Islamnya, Syari’a dalam hukum Islamnya,” jelas Sunarto. Pasalnya, Pihak fakultas telah memberikan fasilitas untuk mencapai keahlian-keahlian di atas. “Apakah hal itu sudah tergapai atau belum, yang tahu adalah diri masing-masing,” ungkapnya.
Sunarto berharap, mahasiswa FAI yang sudah diwisuda nanti bisa membawa nama baik fakultas di masyarakatnya masing-masing. “Di mana pun anda berada, harus bisa mengangkat nama baik fakultas, kalaupun ada kekurangan langsung di sampaikan ke pihak fakultas langsung,” pintanya.
Menurut Gadi Nur Taufik, Kepala Jurusan Tarbiyah, mahasiswa yang diyudisium berarti ia telah menghadapi ujian skripsi. Dengan ujian tersebut mahasiswa dapat ilmu beru tentang penelitian. “Karena sebelum bimbingan dan ujian skripsi belum tentu dia memahami secara benar seluk beluk penelitian,” ujarnya. Ia menambahkan, semua mahasiswa yang akan diwisuda tersebut nanti wajib ikut pembekalan kewirausahaan dan tes toefl. “Semua itu untuk kepentingan mahasiswa sendiri,” katanya.
Pradana Boy, Kajur Syari’ah FAI menegaskan, kelulusan bukanlah akhir dari segalanya. Masih banyak tugas yang harus dikerjakan seorang mahasiswa setelah lulus. “Karena sebenarnya pasca lulus itulah yang menentukan diri kita,” ucapnya. Ia menyarankan untuk memanfaatkan studi lanjut. “Banyak sekali peluang beasiswa S2, tergantung apakah mau mencari atau tidak,” ungkapnya.
Acara Yudisium tersebut disambut senang oleh Muhammad Fajar. Mahasiswa Syariah itu merasa bahagia karena telah bisa menunaikan tugasnya di kampus. Kebanggaannya tersebut mendorongnya untuk mengadakan syukuran di kosnya. “Nanti saya akan mengundang teman-teman, ya acaranya semacam syukuran gitu,” ucapnya. rjb

CIPTAKAN INSPIRASI PARA GURU

0 komentar
Seminar Pendidikan HMJ Tarbiyah FAI UMM

Untuk membekali para calon guru, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tarbiyah menyelenggarakan seminar yang bertemakan Sejuta Insiprasi dalam Mengembangkan Media dan Metode Pembelajaran. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula BAU UMM (27/12) dengan dihadiri 160 peserta dari berbagai fakultas termasuk juga para guru. “Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada para guru dan calon guru dalam mengembangkan teknologi pembelajaran,” jelas Ramanda, Ketua HMJ Tarbiyah.
Acara tersebut mendapat dukungan penuh dari Pembantu Dekan (PD) III Fakultas Agama Islam (FAI) UMM, Muhammad Syarif baik materil maupun non materil. Dalam sambutannya, Syarif menyampaikan, ia akan mendukung semua kegiatan yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa FAI selama kegiatan itu mendatangkan manfaat. “Saya akan men-support dananya walaupun tidak penuh,” ujarnya.
Terkait dengan tema yang diangkat dalam acara itu, Syarif sangat sepakat. Pasalnya, mahasiswa Tarbiyah khususnya dan mahasiswa UMM pada umumnya merupakan calon-calon guru di masa mendatang. Dia berharap dengan kegiatan itu, para calon guru lebih bisa mempersipakan metode yang inovatif dalam menggunakan media dan metode pembelajaran. “Juga metode-metode yang dikembangkan harus professional,” tegasnya.
Menurut Nasir, ketua pelaksana seminar tersebut, kegiatan tersebut diadakan atas dasar kondisi sarjana yang banyak menganggur. Mahasiswa tarbiyah semester 3 tersebut menekankan, tujuan dari pelaksanaan kegiatan itu, untuk membekali para mahasiswa khususnya calon guru inspirasi baru dalam mengajar. “Juga untuk mengimbangi perkembanngan teknologi khususnya teknologi informasi,” jelasnya.
Kegiatan yang dimoderatori Mantan Ketua BEM-UMM, Rahmadani Al-Barauwi tersebut diisi oleh pemateri, Wahono dan Arif Budi Wurianto. Dalam materinya, Wahono menekankan penggunaan teknologi infrormasi, seperti komputer, internet dalam media pembelajaran. “Tapi para guru tidak boleh bergantung penuh terhadap teknologi,” jelasnya. “Harus sesuai kebutuhan,” tambahnya. Pasalnya, menurut Dosen Media Pembelajaran Tarbiyah tersebut, sifat dasar teknologi adalah netral. “jadi tergantung penggunanya,” tegasnya.
Sementara Arif Budianto menekankan dalam materinya, media dan metode terbaik dalam pembelajaran adalah yang relevan dengan situasi dan kondisi. “Untuk itu para guru dituntut untuk kreatif dalam mengembangkan media dan metode pembelajaran,” ucapnya.
Berbagai tanggapan muncul dari para peserta terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, menurut Karinah Endah, Mahasiswa salah satu universitas di Malang mengatakan, kegiatan tersebut sangat cocok untuk para guru. Pasalnya, dengan kegiatan tersebut guru akan mempunyai gambaran untuk menciptakan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. “Ini kan dapat menghilangkan kejenuhan siswa di kelas,” ungkapnya. Sama halnya dengan Hudzaifah, mahasiswa Biologi UMM mengatakan, “saya bersyukur dengan mengikuti kegiatan ini, karena kebetulan juga ada tugas kuliah untuk menciptakan media pembelajaran,” ujarnya. rjb

Selasa, 16 Maret 2010

ANALISIS PERBANDINGAN PENDIDIKAN DI INGGRIS DAN PENDIDIKAN ISLAM

0 komentar
Disusun oleh:
Muhammad Rajab (07110037)

Berbicara aliran atau landasan filsafat pendidikan di Inggris, maka tidak salah kalau memulai dari sejarah Reformasi Anglikan di Inggris. Hal itu dimulai dengan perseteruan warga Tudor denngan gereja Roma dengan gereja Roma tidak ditujukan untuk meningkatkan kepentingan kebebasan beragama. Sepanjang hayatnya Henry VIII tetap memegang komitmen keagamaan yang kuat. Konon setiap hari dia menghadiri misa, bahkan ketika melakukan penyerangan militer dan perjalanan panjang lainnya.
Perselisihannya dengan Roma berkisar pada raja atau Paus yang memegang kekuasaan tertinggi di Inggris. Atas supremasi ini Henry VIII menerima wewenang untuk membersihkan gereja, sekolah dan pemerintahan. Dengan menegaskan bahwa supremasi terletak pada raja. Henry VIII mengganti sistem gereja menjadi gereja Inggris (Church of England) dengan raja inggris sebagai kepalanya. Di bawah pemerintahan Elizabet I, perubahan ini diresmikan oleh parlemen denngan undang-undang supremasi dan undang-undang keseragaman.
Kini gereja Inggris mewarisi hak istimewa, tugas dan tanggung jawab di bidang pendidikan dan tadinya di pegang gereja Roma. Teologi anglikan dan ulama gereja Anglikan mendominasi kancah universitas. Ulama gereja Anglikan melakukan tugas pengawasan atas grammer school dan memberikan pengajaran agama di paroki gereja. Namun, tempat-tempat yang mengajarkan dasar-dasar membaca, menulis dan matematika sederhana untuk rakyat hanya sedikit, dan wangsa Tudor tidak berminat membuka sekolah yang mengajarkan materi-materi seperti itu.
Ada tiga prinsip pedoman yang diberlakukan dari abad ke-15 sampai abad ke-19. Pertama, ketetapan dalam undang-undang supremasi yang memberikan supremasi kepada raja untuk urusan gereja maupun urusan sipil. Undang-undang tersebut menyatakan pendirian sekolah yang sah harus memiliki piagam resmi dari raja atau surat izin dari seorang uskup gereja Inggris.
Prinsip kedua, termuat dalam undang-undang keseragaman, yaitu sekolah yang tidak mau menyesuaikan diri dengan doktrin dan kebiasaan gereja Inggris tidak akan mendapatkan izin. Untuk itu semua harus memperoleh surat izin dari uskup atau wakilnya yang telah ditunjuk. Ulama gereja Anglikan diperintahkan untuk senantiasa mengawasi segala aktivitas pengajaran yang diadakan di sekolah wilayah gereja guna memastikan bahwa sekolah tidak memberikan pelajaran yang menyimpang dari ajaran ortodok.
Prisnsip ketiga menetapkan keluarga sebagai kelompok yang secara financial bertanggung jawab atas pendidikan. Sesuai prinsip ini, wajib hadir di sekolah tidak diberlakukan di Inggris untuk waktu lama, sementara Negara-negara Protestan di Eropa sudah memberlakukan untuk undang-undang itu. Baik warga Tudormaupun para penggantinyatidak membentuk suatu lembaga nasional untuk mengurusi pendidikan.
1. Empirisme di Inggris
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
Adanya aliran ini yang diprkarsai oleh tokoh John Lokc ini akhirnya dapat memicu perkembangan pendidikan di Inggris. Karena dampak dari pendidikan yang menganut aliran ini adalah menempatkan usaha dan kerja keras untuk melakukan sesuatu. Hal ini terbukti dengan banyaknya perkembangan yang ada di Inggris, khususnya dalam bidang pendidikan.
Pada tahun 1870-an Inggris mengalami perkembangan dalam bidang pendidikan, baik perkembangan administratif maupun perkembangan kelembagaan. Perkembanngan tersebut bermula pada saat transisi dari system pendidikan swasta ke system pendidikan nasional dipandu selangkah demi selangkah melalui hak perluasan masyarakat pekerja. Walaupun tidak memuaskan dalam memberikan hak suara pada semua laki-laki dewasa, undang-undang reformasi tahun 1867 memungkinkan kelas pekerja mengendalikan keseimbangan kekuasaan antara partai liberal dan partai konservatif dalam house of commends.
Setelah itu baik pemerintah liberal maupun pemerintah konservatif tidak berani bertinndak tanpa mempertimbangkan keinginan masyarakat pekerja. Pada saatnya, kelas pekerja memutuskan untuk independent secara politik dan membentuk partai buruh. Upaya partai itu untuk memperbaiki keadaan melalui instansi-instansi pemerintah pertama-tama menghasilkan serangkaian undang-undang ketenagakerjaan dan reformasi pendidikan, juga nasionalisasi transportasi dan beberapa industri utama, pengenalan perawatan nasional, berbagai jenis program asuransi, dan layanan kesejahteraan lain setelah perang dunia II.
Meningkatnya jumlah pelayanan pemerintah tak pelak memerlukan penigkatan pendidikan masyarakat semua individu yang memungkinkan mereka mengelola dan memanfaatkan instansi-instansi baru secara bijaksana. Oleh karena itu sekolah-sekolah di Inggris tidak lagi diizinkan membatasi pengajaran hanya pada dasar-dasar kepercayaan sekte dan kemampuan baca tulis yang diperlukan untuk membaca dan menulis dalam bahasa ibu.
Perkembangan adiministratif juga Nampak di Inggris denga adanya undang-undang pendidikan tahun 1870 yang menyerahkan pendidikan ke tangan inisiatif local. Sebagai hasilnya, daerah-daerah yang paling sedikit memperoleh informasi tentang pendidikan tetap kekurangan fasilitas. Namun, sintimen public mulai berpihak pada wajib belajar gratis di sekolah.
Tak hanya itu adanya undang-undang pendidikan tahun 1970 adalah besarnya peningkatan pada sekolah-sekolah dasar. Tidak hanya seklah negeri yang didirikan untuk pertama kalinya, tetapi badan-badan swasta yang menyelenggarakan sekolah amal juga didorong melalui persaingan ini untuk melipatgandakan usaha-usaha mereka. Namun banyak daerah yang tetap tidak mempunyai sekolah karena komunitas loka tidak diwajibkan memilih dewan sekolah atau dipaksa menyediakan pendidikan. Meskipun demikian, tempat-tempat yang memiliki dewan sekolah memperoleh banyak kebebasan untuk memperoleh banyak kebebasan untuk mendirikan sekolah dasar yang mengembangkan program pendidikan baru. Beberapa dewan pendidikan, khususnya di pusat-pusat industry dan perdagangan yang lebih besar, memulai tugas mereka dengan antusias dan kesadaran i’tikad yang menakjubkan.
2. Tinjauan Filosofis Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam secara filosofis memiliki kedudukan yang tinggi. Karena tujuanlah yang akan menentukan arah pendidikan tersebut. Menurut Ahmad D. Marimba, ada empat fungsi tujuan pendidikan, pertama, tujuan pendidikan berfungsi mengakhiri usaha. Sesuatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah mempunyai arti apa-apa. Selain itu, usaha mengalami permulaan dan mengalami pula akhirnya. Ada usaha yang terhenti karena suatu kegagalan sebelum mencapai tujuan, tetapi usaha tersebut belum dapat disebut berakhir.
Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha, tanpa adanya antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi dan kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan secara efesien. Ketiga, tujuan dapat berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain yaitu tujuan-tujuan baru atau tujuan lanjutan dari tujuan pertama.
Adapun tujuan pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah sebagai berikut:
1. Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melakukan tugas-tugas memakmurkan dan mengelolah bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.
2. Mengarhkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifaannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah, sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan.
3. Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak menyalhgunakan fungsi kekhalifaannya.
4. Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaniyahnya sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini dapat digunakan guna mendukung tugas pengabdian dan kekhalifaannya.
5. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
Semua rangkai tujuan pendidikan Islam di atas tidak lepas dari ayat al-Quran sebagai pedoman Islam itu sendiri. Allah berfirman dalam al-Quran surat adz-Dzariyat ayat 56,
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”
3. Analisis Filosofis Pendidikan di Inggris dan Pendidikan Islam
Melihat pembahasan di atas, maka penulis ingin menganalisis perbandingan antara landasan pendidikan di Inggris dengan pendidikan Islam. Dimulai dari pendidikan Islam, secara normative pendidikan Islam tidak akan pernah lepas dari landasan utama Islam itu sendiri yaitu al-Quran dan as-Sunnah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,
“Setiap anak yang lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.”
Berdasarkan hadits di atas bisa dimaknai bahwa Islam memandang seorang anak sudah membawa bakat sejak lahir. Tergantung bagaimana orang tua atau lingkungan yang akan mencetak anak tersebut. Hal ini memberikan implikasi kepada peserta didik berupa usaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam melakukan proses pembelajaran.
Berbeda dengan aliran filsafat empirisme yang berkembang di Inggris yang ditokohi oleh John Lock, yang mengatakan bahwa manusia itu lahir tidak membawa apa-apa seperti kertas putih. Kelemahannya adalah aliran semacam ini tidak memandang bahwa juga anak itu membawa bakat sejak lahir.
Aliran semacam ini bertentangan dengan aliran nativisme bahwa yang mempengaruhi perkembangan seseorang itu bukan lingkungan tapi bawaan sejak lahir dari kedua orangtuanya. Pandanngan semacam ini akhirnya juga dapat memberikan dampak pada usaha dalam menjalankan tugas pendidikan itu sendiri.
Adapun pendidikan Islam menganut kedua teori di atas. Sebab pendidikan Islam tidak menafikan bawaan dari orang tua dan juga factor lingkungan. Semuanya sama-sama memberikan pengaruh dalam perkembangan pendidikan atau anak didik.

DAFTAR PUSTAKA
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/akuntansi/aliran-aliran-pendidikan
Marimba, Ahmad D.. 1962. Pengantar. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT Al-Ma’arif.
Madkour, Ibrahim. 2004. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

AHLU SUNNAH

0 komentar
Disusun oleh M. Rajab
KHALAF:

Ahlu Sunnah (Al-Asy’ari dan Al-Maturidi)

Istilah khalaf biasanya digunakan untuk merujuk kepada para ulama yang lahir setelah abad ke-3 H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa yang dimiliki salaf, di antaranya tentang penakwilan terhadap sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian-Nya.
Sedangkan ungkapan ahlu sunnah yang sering disebut dengan Sunni, dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi’ah. Adapun Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan mu’tazilah. Pengertian kedua inilah yang digunakan dalam pembahasan makalah di bawah ini.

1. Al-Asy’ari
a. Riwayat Berdirinya
Asy’ariyah muncul sebagai status aliran teologi Islam yang dapat dikatakan sebagai reaksi dari aliran Mu’tazilah yang bersifat rasional, liberal, nautral, falsafi dan sikap kekerasan mereka dalm mengembangkan ajarannya tentang kemakhlukan al-Quran. Aliran ini dipelopori oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (873-9 35 M) sebagai orang yang pertama menentang Mu’tazilah.
Abu al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy’ari lahir di Basrah di tahun 873 M dan wafat di Bagdad tahun 935 M. pada mulanya ia adalah murid dari al-Jubai dan salah seorang yang terkemuka dalam golongan Mu’tazilah sehingga al-Jubai berani mempercayakan perdebatan dengan lawan kepadanya.
Menurut Ibnu Asakir, ayah al-Asy’ari berasal dari orang yang paham ahlu sunnah dan ahli hadits. Dia wafat ketika al-Asy’ari masih kecil. Sebelum wafat ia berwasiat kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Zakariyah bin Yahya as-Saji agar mendidik al-Asy’ari. Setelah suaminya meninggal Ibu Al-Asy’ari menikah lagi dengan tokoh mu’tazilah yaitu Abu Ali al-Jubba’i, ayah kandung Abu Hasyim al-Jubba’i. Berkat dengan didikan ayah tirinya itu al-Asy’ari menjadi tokoh mu’tazilah. Dia sering menggantikan ayah tirinya dalam perdebatan untuk melawan para penentang mu’tazilah dan dia banyak menulis buku yang membela alirannya.
Al-Asy’ari menganut faham mu’tazilah hanya sampai berusia 40 tahun. Setelah itu secara mendadak ia berfatwa di depan para jamaah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan paham mu’tazilah dan kini menjadi latar belakang al-Asy’ari. Alasan yang disampaikan bahwa dia telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga kali yaitu pada malam ke-10, 20 dan 30 pada bulan Ramadhan. Dalam mimpinya itu Rasulullah mengingatkan untuk meninggalkan mu’tazilah dan membela paham yang telah diriwayatkan oleh beliau.
Dalam tulisan Madarik Yahya, dijelaskan bahwa antara al-Jubba’i dengan al-Asy’ari terjadi perdebatan sengit. Di antara perdebatan-perdebatan tersebut ialah mengenai soal al-ashlah (keharusan mengerjakan yang terbaik bagi Tuhan):
al-Asy’ari : Bagaimana pendapat anda tentang orang mukmin, orang kafir
dan anak kecil (yang mati)?
al-Jubbai : Orang mukmin mendapat tingkatan yang tertinggi (surga), orang
masuk neraka. dan anak kecil tergolong orang selamat.
al-Asy’ari : Jika anak kecil tersebut ingin mencapai tingkatan tertinggi,
bisakah dia?
al-Jubbai : Tidak bisa. Karena akan dikatakan kepada :“Orang mukmin itu
mendapat tingkatan tertinggi karena ia menjalankan ketaatan,
sedangkan engkau tidak”
al-Asy’ari : Anak kecil akan menjawab :”Itu bukan salah saya. Kalau
seandainya Tuhan menghidupkan saya, tentu saya akan
mengerjakan ketaatan sebagaimana orang mukmin.”
al-Jubbai : Tuhan berkata :”Aku lebih tahu tentang dirimu. Kalau kau hidup
sampai besar, tentu akan mendurhakai Aku dan Aku akan
menyiksamu. Jadi, Aku mengambil yang lebih baik bagimu dan
engkau Ku-matikan sebelum dewasa.“
al-Asy’ari : Kalau orang kafir itu berkata :“Ya Tuhan, Kau tahu keadaanku
dan keadaan anak kecil itu. Mengapa terhadapku, Kau tidak
mengambil tindakan yang lebih baik ?“
Kemudian al-Jubbai terdiam tidak dapat menjawab.
Ada dua hal yang melatarbelakangi keluarnya al-Asy’ari dari Mu’tazilah, yaitu, pertama, karena merasa tidak puas dengan konsep aliran tersebut dalam soal-soal seperti yang diatas. Kedua, melihat perpecahan di kalangan kaum muslimin yang akan mengakibatkan lemahnya mereka, jika tidak segera diakhiri, al-Asy’ari sangat khawatir apabila al-Quran dan Hadits Nabi menjadi korban faham-faham Mu’tazilah yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan. Ketidakbenaran itu karena didasarkan atas pemujaan akal, sebagaimana juga akan menjadi korban sikap ahl al-Hadits (antropomorpis/al-hasywiyah) yang hanya memegang lahir (bunyi) nas-nas agama dengan meninggalkan jiwa dan hampir menyeret Islam ke lembah kebekuan yang tidak dapat dibenarkan.

b. Pemikiran dan Doktrin Al-Asy’ari
1. Sifat-Sifat Tuhan
Menurut al-Asy’ari, Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kata al-Asy’ari Tuhan mengetahui dengan zat-Nya, karena dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm) tetapi yang mengetahui (‘Alim). Tuhan mengetahui dengan ilmu-Nya dan ilmu-Nya bukanlah zat-Nya. Sifat-sifat tersebut tidaklah identik dengan zat-Nya, tetapi tidak pula berbeda dengan zat-Nya. Sifat-sifat tersebut adalah ril walaupun tidak diketahui bagaimananya.
Dalam referensi lain disebutkan, al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang sudah dijelaskan dalam al-Quran, seperti mempunyai tangan dan kaki, akan tetapi tidak boleh diterjemahkan secara harfiyah melainkan secara simbolis. Kemudian al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik karena tidak bisa dibandingkan dan disamakan dengan sifat-sifat manusia walaupun tampaknya mirip.
Menurut Harun Nasution, al-Asy’ari berpendapat, tidak dapat diingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat, karena perbuatan-perbuatan-Nya, di samping menyatakan bahwa Tuhan mengetahui dan sebagainya, juga menyatakan bahwa ia mempunyai pengetahuan, kemauan, dan daya.
2. Iman dan Kafir
Konsep al-Asy’ari tentang iman dan kufur bertolak belakang dengan konsep Mu’tazilah. Menurut Asy’ariah iman hanya tashdiq pada Allah saja, sedangkan menurut al-Bagdadi iman adalah tashdiq kepada Allah dan Rasulnya dan berita yang mereka bawa. Walaupun Asy’ariah mengakui ada tiga unsur keimanan yaitu tashdiq, ikrar dan amal, akan tetapi yang pokok adalah tashdik, sedang ikrar dan amal hanya cabang. Tegasnya ikrar dan amal bukanlah esensi dari iman. Adapun kafir adalah orang yang mendustakan Allah dan Rasulnya serta kebenaran yang mereka bawa. Dengan kata lain kafir adalah orang yang tidak mengucapkan pengakuan dua kalimat sahadat. Mengenai orang Islam yang melakukan dosa besar Asy’ariah mengambil pendapat Murji’ah, yaitu menangguhkan persoalannya kepada Allah di akhirat (yaumul hisab).
Menurut aliran Asy’ariyah, dijelaskan oleh Syahrastani, iman secara esensial adalah tashdiq bil al janan (membenarkan dengan kalbu). Sedangkan qaul dengan lisan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan furu’ (cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya, iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan seseorang tidak akan hilang kecuali ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut.
3. Akal dan Wahyu
Walaupun al-Asy’ari dan mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda dalam menyikapi dua hal ini yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Mu’tazilah mengutamakan akal dan al-Asy’ari mengutamakan wahyu. Dalam menentukan baik buruk pun terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan mu’tazilah berdasarkan pada akal.
4. Pelaku Dosa Besar
Asy’ariah menolak ajaran Mu’tazilah tentang al manzilah bainal manzilatain. Menurut Asy’ari orang yang berdosa besar tetap mukmin karena imannya masih ada, akan tetapi karena berbuat dosa ia menjadi fasik. Seandainya orang yang berbuat dosa besar itu tidak mukmin dan tidak kafir, maka di dalam dirinya tidak akan didapati keimanan dan kekufuran. Hal semacam ini mustahil adanya. Oleh karena mustahil maka hukum bagi orang yang berbuat dosa besar itu bukan kafir tapi fasik.
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut al-Asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Esa berkehendak mutlaq. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa Asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan murji’ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.
5. Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia
- Perbuatan Tuhan
Bagi kaum Asy’ari, faham Tuhan mempunyai kewajiban tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang mereka anut, begitu juga dengan berbuat baik dan terbaik, beban diluar kemampuan manusia Asy’ari menegaskan dalam bukunya al-Luma’, bahwa Tuhan dapat meletakkan pada manusia beban yang tidak dapat dipikul.
- Perbuatan Manusia
Asy’ariah berpendapat, perbuatan manusia diciptakan Tuhan, bukan diciptakan oleh manusia itu sendiri. Gambaran tentang hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dikemukakan dalam teorinya al-kasb yaitu berbarengnya kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan .
6. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan
Menurut Asy’ariah Allah berkuasa dan berkehendak mutlak tanpa ada yang membatasi-Nya. Allah adalah pencipta segala-galamya dan Dialah Yang Maha Kuasa mengatur segala sesuatu, baik dan buruk. Perbuatan manusia termasuk diciptakan oleh Allah, bukan manusia. Manusia sebagai sarana bagi perwujudan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dalam berbuat.
Keadilan Tuhan mereka artikan mereka artikan sama dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Tuhan adil berarti ia merdeka berbuat segala sesuatu sebagai penguasa dan pemilik tunggal alam ini. Tanpa ada yang membatasinya.
7. Takdir dan Kebebasan Manusia
Asy’ariah mengakui daya manusia mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatannya, akan tetapi daya itu tidaklah dalam arti efektif. Dalam pandangan Asy’ariah perbuatan manusia telah diciptakan Tuhan semenjak azali dan manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam berkuasa dan berkehendak atas perbuatannya.
8. Melihat Allah
Al-Asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrim terutama Dzahiriyah yang berfatwa bahwa Allah dapat kita lihat dan dapat bersamanya di Arsy. Selain itu Al-Asy’ari juga tidak sependapat dengan mu’tazilah yang mengingkari ru’yatullah (melihat Allah) di akhirat. Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat namun tidak dapat digambarkan.

2. Al-Maturidi
a. Riwayat Berdirinya
Al- Maturidiyah merupakan salah satu aliran sunni yang dinisbatkan kepada penggagasnya bernama Muhammad bin Muhammad bin Mahmud, yang dikenal di kalangan masyarakat dengan nama Abu Mansur al-Maturidy. Belum ada catatan yang dapat menunjukkan dengan pasti kapan tokoh ini lahir, tapi para ulama banyak yang berpendapat bahwa beliau lahir pada pertengahan abad ketiga di daerah Samarkand dan wafat pada tahun 333 H.. Abu Mansur merupakan salah seorang ulama yang mempelajari Usulul Fiqh hanafi. Pada masa itu terjadi pergolakan pemikiran khususnya seputar fiqih wa usuuhu khususnya antara Hanafiyah dan Syafi’iyah. Di saat badai perdebatan terjadi di antara para fuqaha dan muhadditsin, serta ulama-ulama mu’tazilah baik dalam bidang ilmu kalam ataupun fiqih dan usulnya pada kondisi itulah Abu Mansur Al Maturidy hidup. Beliau dikenal sebagai ulama yang beraliran madzhab Hanafi. Sebagaina disebutkan oleh kalangan ulama Hanafiah, bahwa Abu Mansur memiliki arus pemikiran teologi yang sama persis dengan Abu Hanifah.

b. Pemikiran dan doktrin-doktrin Al-Maturidi
1. Akal dan Wahyu
Golongan maturidiyah Samarkan berpendapat, akal dapat mengetahui adanya Tuhan kewajiban dan berterima kasih kepada Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Tetapi akal tidak dapat mengetahui bagaimana kewajiban berbuat baik dan meninggalkan buruk, karena itu wahyu sangatlah diperlukan untuk menjelaskannya. Golongan maturidiyah Bukhara sependapat dengan kaum Asy’ariyah.
Dalam pemikiran teologinya al-Maturidi berdasarkan pada al-Quran dan akal, dalam hal ini sama dengan al-As’yari. Namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar dari pada yang diberikan oleh al-Asy’ari.
Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kemampuan tersebut sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimananya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk penciptaannya. Jika akal tidak memiliki akal untuk memikirkan hal tersebut tentunya Allah tidak akan memerinmtahkan untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut. Namun al-Maturidi berpendapat bahwa akal tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Abu Zahra mengatakan, untuk masalah baik dan buruk al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah dan larangan syariah hanya mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Ia mengakui bahwa akal tidak selalu mampu membedakan antara baik dan buruk namun terkadang juga mampu mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu. Dalam posisi demikian wahyu diperlukan untuk dijadikan pendamping.
Selanjutnya Abu Zahra berpendapat, AL-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada 3 macam yaitu, Pertama, akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu. Kedua, akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu. Ketiga, akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.
2. Pelaku dosa besar
Aliran maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. jika ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. jika menghendaki pelaku dosa besar diampuni, ia akan memasukkan ke neraca, tetapi tidak kekal didalamnya.
3. Sifat-sifat Tuhan
Dapat ditemukan persamaan antara al-Maturidi dan al-Asy’ari, seperti di dalam pendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama’, bashir dan sebagainya. Walaupun begitu pengertian al-maturidi tentang sifat berbeda dengan al-Asy’ari. Menurut al-Maturidi sifat tidak dikatakan sebagai esensinya dan bukan pula dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulazamah (ada bersama, baca: inheren) Dzat tanpa pemisah. Tampaknya paham al-Maturidi, tentang makna sifat
cenderung mendekati paham Mu'tazilah. Perbedaannya al-Maturidi mengaku adanya sifat-sifat sedangkan al-Mu'tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
4. Iman Dan Kufur
Iman adalah tashdiq dalam hati dan diikrarkan dengan lidah, dengan kata lain, seseorang bisa disebut beriman jika ia mempercayai dalam hatinya akan kebenaran Allah dan mengikrarkan kepercayaannya itu dengan lidah. Konsep ini
juga tidak menghubungkan iman dengan amal perbuatan manusia. yang penting tasdid dan ikrar.
5. Perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia
Menurut golongan maturidiyah, kemauan sebenarnya adalah kemauan Tuhan namun tidak selamanya perbuatan manusia dilakukan atas kerelaan Tuhan karena Tuhan tidak menyukai perbuatan-perbuatan buruk. Jadi di dalam aliran
maturidiyah ada 2 unsur: kehendak dan kerelaan.
Khusus mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakannya. Dalam hal ini Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai Pencipta perbuatan manusia.
6. Keadilan dan Kehendak Tuhan
Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban hanya terhadap manusia. Pendapat ini lebih dekat dengan Mu'tazilah. Adapun Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak, Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya tidak ada yang menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Tampaknya aliran maturidiyah bukhara lebih dekat dengan asy’ariyah.
7. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh al-Quran, antara lain dalam surat al-Qiyamah ayat 22-23.
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”
al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun immaterial. Namun, melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
8. Kalam Tuhan
Mahmud Qasim menyebutkan bahwa Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi. Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedngkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadis). Al-Quran dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu (hadis). Kalam nafsi tidak dapat diketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya tidak dapat diketahui, kecuali dengan suatu perantara.
9. Pengutusan rasul
Akal tidak selamanya mampu mengetahui kewajiban yang dibebankan kepada manusia, seperti kewajiban mengetahui baik dan buruk serta kewajiban yang dibebankan kepada manusia. Oleh karena itu, menurut al-Maturidi, akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Jadi pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya.
Pandangan al-Maturidi ini tidak jauh berbeda dengan pandanngan mu’tazilah yang berpendapat bahwa pengutusan rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA
Aceh, Abu Bakar. 1986. Salaf; Islam dalam Masa Murni. Solo: Ramadhani
Badawi, Aburrahman. 1884. Madzhab al-Islamiyyin. Beirut: Dar Ilmu li Al-Malayin
Mukhlisin. 2009. Perbandingan Antara Aliran, http://muhlis.files.wordpress.com/2008/03/perbandingan-antar-aliran.pdf. (diakses, 27 Desember 2009)
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis Pebandingan. Jakarta: UI Press
Qadir, CA. 1991. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor
Razaq, Abdul dan Anwar, Rosihan. 2009. Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN dan PTAIS. Bandung: Pustaka Setia
Wahyudi, Dedi. 2008. Sejarah Timbulnya Aliran Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah. http://podoluhur.blogspot.com/2008/01/website-sma-n-2-kebumen.html. (diakses, 27 Desember 2009)
Yahya, Madarik. 2009. Sejarah dan Pokok Ajaran Al-Asy’ari. http://madarikyahya.wordpress.com/2009/07/13/sejarah-dan-pokok-ajaran-al-asy%E2%80%99ari/. (diakses, 27 Desember 2009)

PERMASALAHAN KALAM

0 komentar
a. Latar Belakang Munculnya Sejarah Ilmu Kalam
Berbicara sejarah ilmu kalam, maka Harun Nasution menyebutkan, bahwa munculnya permasalahan-permasalahan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Usman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifaan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin ‘Ash, utusan dari pihak Mu’awiyah dalam tahkim, walaupun dalam keadaan terpaksa dan tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka memandang bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak boleh diputuskan dengan tahkim. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya dalam sejarah Islam, mereka dikenal dengan nama Khawarij, yakni golongan yang keluar dari pihak Ali.
Selanjutnya Harun Nasution memaparkan bahwa persoalan kalam pertama kali muncul adalah masalah siapa yang kafir dan siapa yang buka kafir. Orang-orang Khawarij menganggap bahwa orang-orang yang terlibat dalam proses tahkim telah kafir, seperti Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ary. Kemudian berawal dari permasalahan ini muncul aliran-aliran baru yaitu Murji’ah dan Mu’tazilah.
Adapun penamaan ilmu kalam itu sendiri menurut para ulama Kalam dikarenakan beberapa hal, yaitu pertama, masalah-masalah yang diperselisihkan adalah masalah Kalam Allah (al-Quran), apakah dia makhluk diciptakan, atau qadim, bukan diciptakan. Kedua, Substansi ilmu-ilmu ini merupakan teori-teori kalam tak ada di antaranya yang diwujudkan dalam kenyataan atau dipraktekkan secara fisik. Ketiga, Cara atau jalan menetapkan dalil untuk pokok-pokok akidah sama dengan ilmu mantiq. Keempat, Ulama-ulama mutaakhkhirin membahasa dalam ilmu ini masalah-masalah yang tidak dibahasa oleh ulama salaf, seperti pentakwilan ayat-ayat mutasyabihat, pembahasan tentang masalah qada’ dan lain-lain.
Sedangkan menurut Kutilang Faktor yang menyebabkan timbulnya aliran kalam dalam Islam dapat di kelompokan menjadi 2 bagian yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor-faktro internal antara lain:
- Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda
- Adanya pemahaman ayat Al-Qur’an yang berbeda
- Adanya penyerapan tentang hadis yang berbeda
- Adanya kepentingan kelompok atau golongan
- Mengedepankan akal
- Adanya kepentingan politik
- Adanya beda dalam kebudayaan
Adapun factor eksternalnya adalah sebagai berikut:
- Akibat adanya pengaruh dari luar islam.
Pengaruh ini terjadi ketika munculnya aliran syi’ah yang muncul karena propaganda seseorang yahudi yang mengaku islam, yaitu Abdullah bin Saba.
- Akibat terjemahan filsafat yunani
Buku-buku karya filosofi yunani di samping banyak membawa manfaat juga ada sisi negatifnya bila di tangan kalangan yang tidak punya pondasi yang kuat tentang akidah dan syariat islam. Sehingga terdapat keinginan oleh umat islam untuk membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi islam.
a. Kerangka Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
Kerangka berpikir ilmu kalam secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerangka berpikir rasional dan kerangka berpikir tradisional. Kerangka berpikir rasional memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu:
- Hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas disebut dalam al-Quran dan Hadits Nabi, yaitu ayat yang naqli.
- Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal.
Sedangkan kerangka berpikir tradisional mempunyai prinsip-prinsip sebagai beriku:
- Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti dzanni.
- Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat
- Memberikan daya yang kecil kepada akal (tidak memberikan kebebasan dalam berpikir).
Selain pengkategorian di atas, Fadzlurrahman mengatakan bahwa kerangka berpikir ilmu kalam juga dipengaruhi oleh aliran-aliran di bawah ini:
- Aliran Antroposentris, yang menganggap bahwa hakekat realitas transenden bersifat intrakosmos dan impersonal.
- Aliran Teosentris, menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat suprakosmos, personal dan ketuhanan.
- Aliran Konvergensi dan Sintesis, menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligus intrakosmos, personal dan impersonal, lahut dan nashut, makhluk dan Tuhan, saying dan jahat, lenyap dan abadi,tampak dan abstrak dan sifat dikotomik lainnya.
- Aliran Nihilis, menganggap bahwa hakikat realitas transcendental hanyalah ilusi. Aliran ini menolak Tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi Tuhan kosmos.
b. Perbandingan antara Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf
Ilmu kalam, filsafat dan tasawwuf memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun persamaan ketiga ilmu tersebut terletak pada objek kajiannya. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang terkait dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara objek kajian tasawwuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadapnya. Yang pada intinya jika dilihat pada aspek objek kajiannya sama-sama membahasa masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.
Ilmu kalam, filsafat dan tasawwuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu kalam dengan menggunakan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan caranya sendiri pula berusaha mencari kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia baik yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar atau di atas jangkauannya, atau juga tentang Tuhan. Sementara itu, tasawwuf dengan metodenya yang tipikal berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan yang berkaitan dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan.
Sedangkan perbedaan ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Sebagai ilmu yang menggunakan logika dan dalil-dalil naqliyah, ilmu kalam berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika yang dikenal juga dengan istilah dialog keagamaan. Sebagai dialog keagamaan ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argument-argumen rasional. Sebagian ilmuan ada yang mengatakan, bahwa ilmu kalam ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Sedangkan filasafat merupakan sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal dan integral serta universal dan tidak merasa terikat dengan ikatan apapun kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Hal ini sebagaimana dijelaskan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh oleh rasa, ilmu tasawuf sangat bersifat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang.
c. Perbedaan Pokok antara aliran Khawarij, Murji’ah, dan Mu’tazilah
Perbedaan pokok antara ilmu aliran Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah adalah sebagai berikut:
- Khawarij
Khawarij berasal dari kata arab yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Adapun dalam ilmu kalam, Khawarij berarti suatu sekte atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Siffin dengan kelompok pemberontak Mu’awiyah bin Abi Sofyan perihal persengketaan Khalifah.
Adapun doktrin-dokrin Khawarij yang membedakannya dengan aliran Murjiah dan Mu’tazilah adalah sebagai berikut:
- Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
- Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab
- Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam
- Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Ustman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifaannya Utsman dianggap telah menyeleweng.
- Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah terjadi arbitrase Ali dianggap menyeleweng.
- Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir
- Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Lebih parah lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dibunuh pula.
- Setiap muslim harus hijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak bergabung ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al harb (Negara musuh) sedangkan golongan mereka sendiri disebut dar al-Islam (Negara Islam)
- Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
- Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata arab irja atau arja’a yang bermakna penaundaan, penangguhan dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti memberi pengharapan kepada pelaku dosa besar untuk mendapat ampunan dan rahmat Allah. Adapun Murji’ah dalam Ilmu kalam adalah suatu aliran atau sekte yang memandang bahwa pelaku dosa besar tidak dihukumi kafir, tetapi tetap mukmin dan mengenai dosa besar yang dilakukannya itu urusan Allah nanti.
Adapun doktrin-doktrin aliran Murji’ah menurut W. Montgomery Watt adalah sebgai berikut:
- Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya kelak.
- Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat khulafaur Rasyidin
- Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk mendapat ampunan dan rahmat Allah SWT.
- Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan Helenis.
Sedangkan Harun Nasution merinci ajaran-ajaran pokok teori murji’ah adalah sebagai berikut:
- Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat dalam tahkim dan menyerahkan kepada Allah di akhirat kelak.
- Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
- Meletakkan pentingnya iman daripada amal
- Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat Allah
Sementara Abu A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok Murji’ah, yaitu:
- Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan seseoran tidak dianggap sebagai suatu keharusan bagi adanya iman.
- Dasar keselamatan seseorang adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan bagi seseorang.
Sehingga menurun Yusran Asmuni ajaran-ajaran pokok Murji’ah dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Iman hanya membenarkan (pengakuan) dalam hati
- Orang muslim yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut tetap mukmin selama mengakui dua kalimah syahadat.
- Hukuman terhadap perbuatan manusia ditunda hingga akhirat kelak.
- Mu’tazilah
Menurut bahasa Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri. Dan juga bisa diartikan menjauh atau menjauhkan diri. Artinya, Mu’tazilah tidak berpihak kepada pihak khawarij dan tidak juga kepada Murji’ah. Dia bediri di tengah-tengah atau almanzilah bainal manzilatain.
Adapun doktrin-doktrin utama golongan mu’tazilah adalah:
- Tauhid
Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama dan utama dalam ajaran Islam, jadi sebenarnya prinsip ini bukan hanya milik mu’tazilah.
- Al-Adl
Prinsip kedua mu’tazilah adalah keadilan Tuhan. Dalam hal ini, Mu’tazilah sangat menekankan bahwa Tuhan itu adil dan tidak berlaku dhalim kepada manusia. Karena jika manusia berbuat baik akan diberi pahal dan jika berbuat jahat akan dibalas dengan dosa.
- Al-Wa’d wal wa’id
Prinsip ketiga adalah adanya janji dan ancaman, yaitu janji Allah yang akan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan menyiksa orang yang berbuat jahat. Janji Tuhan pasti dipenuhi karena Tuhan tidak akan pernah mengingkari janjinya.
- Almanzilah bainal manzilatain
Ajaran keempat inilah yang menjadi pembeda pokok dengan aliran Khawarij dan Murji’ajh. Menurut ajaran ini seorang muslim yang melakukan dosa besar dan tidak sempat bertobat kepada Allah SWT tidaklah mukmin, tapi tidak pula kafir. Ia berada di antara keduanya, berada di posisi di antara dua posisi (Al-manzilah bainal Manzilatain). Ia tidak mukmin karena dosa besar dan juga tidak kafir karena masih percaya kepada Allah dan berpegang teguh pada dua kalimah syahadat.
Yusran Asmuni menyebutkan, kaum Mu’tazilah membagi maksiat ke dalam dua macam, pertama, maksiat yang merusak dasar agama seperti syirik. Jika orang melakukan maksiat seperti ini ia digolongkan kafir. Kedua, maksiat yang tidak sampai mmerusak dasar agama seperti perbuatan dosa-dosa besar, jika seorang muslim melakukan dosa ini ia tidak dianggap kafir.
- Amr bil ma’ruf wannhayu ‘anil mungkar
Prinsip kelima ini banyak berkaitan dengan masalah hokum fikih, bahwa amar makruf nahi mungkar harus dilaksanakan dan ditegakkan.



DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddiqi, Teungku Muhammad Hasbi. 1987. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/kalam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
Asmuni, Yusron. 1993. Ilmu Tauhid. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://one.indoskripsi.com/node/9486
Rozak, Abdul, dkk. 2009. Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: CV Pustaka Setia.

Followers

 

Bersama Membangun Bangsa. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com