Jumat, 04 Desember 2009

MEMBEBASKAN SARJANA PENGANGGURAN


Oleh: Muhammad Rajab*

Kondisi perekonomian Indonesia semakin hari semakin mengkhawatirkan. Apalagi setelah naiknya beberapa harga bahan pokok dan BBM. Angka kemiskinan yang ada sangat tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten bahwa jumlah kemiskinan mengalami kenaikan. Tahun 2006 tercatat 786.700 keluarga miskin, dan pada awal tahun 2008 meningkat menjadi 886.000 keluarga. Jika satu keluarga terdiri dari suami, istri, dan satu anak, maka jumlah orang miskin di Banten mencapai 2.685.000 orang, dari 9,5 juta penduduk Banten.
Bahkan, menurut Tim Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Tim P2E-LIPI) memperkirakan warga miskin tahun 2008 ini akan bertambah menjadi 41,7 juta orang (21,92 persen). Lonjakan ini akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sebanyak 28,7 persen.
Hal tersebut merupakan sedikit gambaran bagi kita tentang kondisi ekonomi masyarakat Indonesia. Belum lagi jika kita menenguk jumlah pengangguran yang ada di negeri ini. Pada tahun 2005, jumlah pengangguran mencapai 11,9 juta orang. Kemudian, sedikit turun menjadi sekitar 10,9 juta orang pada 2006.
Menurut Erman bahwa penyebab naiknya jumlah pengangguran ini, karena ada angkatan kerja baru dari lulusan pendidikan sekitar 2,3 juta orang. Selebihnya adalah pengangguran yang disebabkan oleh beruntunnya bencana alam beberapa waktu belakangan.
Adapun berdasarkan data statistik Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, jumlah pengangguran lulusan Diploma atau Akademisi tahun 2005, sekitar 322.836 jiwa (pemuda 138.749 dan pemudi 184.087). Sedangkan, sarjana lulusan universitas sekitar 385.418 jiwa (pemuda 184.497 dan pemudi 200.921), bila ditotalkan sekitar 708.254 jiwa pengangguran dari kalangan sarjana muda.
Dalam artikel yang berjudul Sarjana Pengangguran Buya Abdul Aziz (2006) menyebutkan bahwa menurut anggota Komisi IX DPR asal Fraksi PAN, Djunaedi bahwa tingginya angka pengangguran sarjana muda disebabkan oleh lemahnya kemampuan pemerintah mengundang investor untuk menanamkan investasi, terutama di sektor-sektor formal. Selain itu, juga disebabkan oleh rendahnya kreativitas para lulusan universitas-universitas Indonesia jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya.
Adapun menurut hemat penulis tingginya angka pengangguran tersebut disebebkan oleh beberapa faktor. Pertama, kurangnya profesionalisme kerja yang menyebabkan seseorang bingung dan tidak mendapatkan pekerjaan yang cocok terhadap dirinya. Kedua, minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Ketiga, tidak adanya kreativitas sehingga seseorang harus mengandalkan pekerjaannya pada orang lain. Keempat, lemahnya ekonomi seseorang sehingga dia tidak berani untuk membuka usaha-usaha baru.
Beberapa penyebab tersebut harus segera mendapat perhatian dari pihak individu masyarakat, khususnya para sarjana dan pemerintah. Karena jika pengangguran ini terus berkembang, maka akan memberikan implikasi buruk terhadap perkembangan ekonomi bangsa. Sehingga angka kemiskinan akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah pengangguran yang ada.
Menurut Mahendra bahwa jalan keluar dari berbagai permasalahan tersebut adalah Pemerintah harus menjamin adanya lapangan pekerjaan bagi lulusan pendidikan tinggi. Jaminan tersebut hanya mungkin dengan adanya industrialisasi nasional. Industrialisasi yang akan memajukan tenaga produktif masyarakat, termasuk membuka lapangan pekerjaan, serta meningkatkan standar hidup masyarakat.
Untuk mengurangi sarjana pengangguran tersebut, maka hendaknya ada kesadaran pada setiap mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi akan pentingnya berkreativitas. Sebab jika mereka malas dan tidak menyadari akan hal ini maka akan memberikan implikasi buruk bagi dirnya di hari mendatang.
Selain itu, seorang mahasiswa juga harus punya minimal satu keahlian dalam tata usaha. Atau paling tidak menjadi profesional di bidangnya masing-masing. Jika dia seorang sarjana pendidikan, maka hendaknya untuk konsen dalam dunia pendidikan walaupun juga harus dibantu dengan pekerjaan sampingan. Dan jika dia adalah seorang sarjana ekonomi, maka harus konsen dalam bidangnya tersebut.
Walaupun demikian, bukan berarti pengelompokan demikian merupakan diskriminasi kerja. Akan tetapi bagaimana seseorang mempunyai satu profesionalisme tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing dengan tidak memberikan batasan untuk merangkul bidang-bidang yang lain.
Terlepas dari kreativitas mahasiswa, juga harus ada permodalan dari pemerintah. Pemerintah hendaknya memberikan peluang kepada alumus perguruan tinggi untuk membuka usaha dengan memberikan pinjaman berupa modal. Dengan modal tersebut diharapkan dapat memberikan mortivasi terhadap para sarjana untuk meningkatkan kreativiasnya yang telah didapat di perguruan tinggi dengan membuka usaha-usaha baru.
Karena selama ini, banyak mahasiswa yang telah lulus dari perguruan tinggi, namun mereka masih bingung untuk mencari lapangan pekerjaan atau membuka lapangan usaha mandiri. Salah satu penyebabnya adalah minimnya modal yang mereka miliki. Sehingga dengan demikian, maka sangat perlu bantuan pemerintah dalam hal permodalan terhadap para lulusan perguan tinggi dalam membuka usaha.

0 komentar:

Posting Komentar

Followers

 

Bersama Membangun Bangsa. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com